Jumat, 26 November 2010

askep gonorrhea

Penyakit Kelamin
Definisi/Pengertian
Gonorrhea
Gonorrhea adalah sejenis
A. Konsep Dasar Gangguan
Integumen (Gonorrhoeae)
yang berjangkit melalui hubungan kelamin. Ia
disebabkan oleh jangkitan bakteria
Neisseria
Gonorrhoeae
,
yaitu sejenis bakteria yang hidup dan mudah
membiak dengan cepat di dalam
saluran pembiakan/peranakan seperti
pangkal rahim (cervix), rahim (uterus), and
tiub fallopian (saluran telur) bagi wanita dan
juga saluran kencing (urine canal) bagi wanita
dan lelaki. Bakteria ini juga boleh membiak di
dalam mulut, kerongkong, mata dan dubur
Epidemiologi/insiden kasus
Gonore merupakan penyakit yang
mempunyai insidens yang tinggi
diantara penyakit menular seksual
yang lain, penyakit ini tersebar di
seluruh dunia secara endemik,
termasuk di Indonesia. Pada
umumnya diderita oleh laki-laki muda
usia 20 sampai 24 tahun dan wanita
muda usia 15 sampai 19 tahun
Etiologi/penyebab
Penyebab pasti penyakit gonore
adalah bakteri Neisseria gonorrhea
yang bersifat patogen.
Bentuk biji kopi, tersusun dua-dua:
tunggal dan bergerombol
Pewarnaan Gram: kuman merah
dengan latar belakang biru
Klasifikasi
Gonore terdiri dari 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2
yang mempunyai vili yang bersifat virulen
serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai vili
yang bersifat nonvirulen,
vili akan melekat pada mucosa epitel dan
akan menimbulkan reaksi sedang.
• Gejala klinis
Pada pria:
- Gejala awal gonore biasanya timbul
dalam waktu 2-7 hari setelah terinfeksi
- Gejalanya berawal sebagai rasa tidak
enak pada uretra kemudian diikuti
nyeri ketika berkemih
- Disuria yang timbul mendadak, rasa
buang air kecil disertai dengan
keluarnya lendir mukoid dari uretra
- Retensi urin akibat inflamasi prostat
-Keluarnya nanah/cairan berwarna
putih, kuning kehijauan, disertai rasa
perih dan panas
-Ujung(mulut)uretra bengkak dan agak
Merah
Pada wanita:
- Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari
setelah terinfeksi
- Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama
beberapa minggu atau bulan (asimto
matis)
- Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun,
beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat
seperti desakan untuk berkemih
- Nyeri ketika berkemih
- Keluarnya cairan dari vagina
- Demam
- Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung
telur, uretra, dan rektum serta
Pemeriksaan fisik

TTV
Ada tidaknya nyeri saat BAK
Ada tidaknya nanah ( warna, volume,
bau )

Predileksi : Pada pria adalah pada
uretra bagian anterior.
Pada wanita adalah pada servik uteri
dan uretra
Prognosis
Rentan terhadap penyakit radang
panggul, kemungkinan kemandulan,
infeksi mata pada bayi yang
dilahirkan, bayi prematur, cacat
pada bayi, kematian pada bayi,
memudahkan penularan HIV



Pemeriksaan
diagnostik/Penunjang
Pewarnaan Gram
Kultur
Tes Fermentasi
Tes oksidasi
Tes Serologis
Therapy/tindakan
penanganan
Pasien yang mengidap gonorhoe harus diatasi
dengan tindakan medis. Namun, harus disertai
vitalitas tubuh yang kuat. Biasanya
pengobatan dengan suntikan tunggal atau
dosis tungal ceftriaxona yang diminum. Jika
infeksi menular melalui darah biasanya
pasien dirawat untuk mendapat obat
antibiotika melalui suntikan intravena
Contoh obat
Tanpa Komplikasi
Ampicillin: 3,5 g
Amoxycillin: 3 g
Cotrimoxazole:
4 tablet/ hari 5
hari
2 x 4 tab/ hari
2 hari

Dengan Komplikasi:
Penicilline
5–
10 hari
Thiamphenicol 10 –
14 hari
Tetracycline
10 –
14 hari
•Medikamentosa
Penatalaksanaan
Walaupun semua gonokokus sebelumnya
sangat sensitif terhadap penicilin, banyak
‘strain’ yang sekarang relatif resisten. Terapi
penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih
tetap merupakan pengobatan pilihan.
Diit = Nasi


Komplikasi
Apabila gonorrhea tidak diobati, bakteri dapat
menyebar ke aliran darah dan mengenai sendi,
katup jantung atau otak. Konsekuensi yang
paling umum dari gonorrhea adalah Pelvic
Inflammatory Disease (PID), yaitu infeksi serius
pada organ reproduksi wanita, yang dapat
menyebabkan infertilitas.
Komplikasi pada
pria:
Prostatitis
Cowperitis
Vesikulitis seminalis
Epididimitis
Cystitis dan infeksi
traktus urinarius
superior
Komplikasi pada
wanita:
Komplikasi uretra
Bartholinitus
Endometritis dan metritis
Salphingitis
Asuhan Keperawatan
a. Data Subjektif
pasien mengatakan gatal
pasien mengatakan panas dibagian pendahuluan
pasien mengatakan nyeri saat kencing
pasien mengatakan keluar nanah yang kadang disertai
darah saat kencing
pasien mengatakan nyeri saat ereksi
pada wanita pasien mengatakan terkadang sering kencing
pasien mengatakan nyeri punggung bawah
pasien mengatakan kencing tersendat-sendat
b. Data Objektif
uretitis
orifisum uretra eksternum eritematosa
edematosa
ektropion
duh tubuh yang mukopurulen
bau busuk pada area genetalia
lesi, makula
DIAGNOSA
Nyeri b.d reaksi infeksi
Hipertemi b/d inflamasi
Perubahan pola eliminasi urin b.d proses inflamasi
Cemas b.d penyakit
Risiko penularan b.d kurang pengetahuan
tentang sifat menular dari penyakit
Harga diri rendah b.d penyakit



Diagnosa dan Intervensi
Nyeri b.d reaksi infeksi
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
klien akan:
Mengenali faktor penyebab
Menggunakan metode pencegahan non
analgetik untuk mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan
Melaporkan nyeri yang sudah terkontrol





Intervensi:
a) Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, dan onset, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
b) Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif.
c) Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
mengekspresikan nyeri
d) Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
e) Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap ketidaknyamanan (ex.: temperatur
ruangan, penyinaran, dll)
f) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologik
(ex.: relaksasi, guided imagery, terapi musik,
distraksi, aplikasi panas-dingin, massage, TENS,
hipnotis, terapi aktivitas)
g) Berikan analgesik sesuai anjuran
h) Tingkatkan tidur atau istirahat yang cukup
i) Evaluasi keefektifan dari tindakan mengontrol
nyeri yang telah digunakan.



Intervensi:
a) Monitor vital sign
b) Monitor suhu minimal 2 jam
c) Monitor warna kulit
d) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e) Selimuti klien untuk mencegah hilangnya
panas tubuh
f) Kompres klien pada lipat paha dan aksila
g) Berikan antipiretik bila perlu
Risiko penularan b.d kurang
pengetahuan tentang sifat menular
dari penyakit
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit
pada orang lain
Tujuan:
Intervensi:
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan
menjelaskan tentang:
- Bahaya penyakit menular
- Pentingnya memetuhi pengobatan yang diberikan
- Jelaskan cara penularan PMS dan perlunya untuk
setia pada pasangan
- Hindari hubungan seksual sebelum sembuh dan
memakai kondom jika tidak dapat menghindarinya.





evaluasi
mencegah atau menurunkan resiko terjadinya
penyebaran infeksi
mengontrol nyeri dan mengusahakan
kenyamanan pasien
mempertahankan haluaran dan masukan urine
kerusakan integritas kulit tidak terjadi
tidak terjadi perubahan seksualitas
menunjukan rentan normal dari perasaan dan
berkurangnya rasa takut dan cemas
mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
prognosis dan tindakan

asuhan keperawatan sipilis

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES RSU DAYA MAKASSAR
2010
ISMAR EFENDI

BAB I

A. PENGERTIAN
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh.

B. ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah Treponema pallidum yang termasuk ordo spirochaetales, familia spirochaetaceae, dan genus treponema. Bentuk spiral, panjang antara 6 – 15 µm, lebar 0,15 µm. Gerakan rotasi dan maju seperti gerakan membuka botol. Berkembang biak secara pembelahan melintang, pembelahan terjadi setiap 30 jam pada stadium aktif.

C. EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadiwabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun setelah itu.
Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium II.

D. PATOFISIOLOGI
1. Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans).
Pada pemeriksaan klinis tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya.
Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T.pallidum gagal diatasi oleh proses imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.
2. Stadium Lanjut
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.

E. KLASIFIKASI dan GEJALA
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisital (didapat). Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum dua tahun), lanjut (setelah dua tahun), dan stigmata. Sifillis akuisita dapat dibagi menurut dua cara yaitu:
• Klinis (stadium I/SI, stadium II/SII, stadium III/SIII) dan
• Epidemiologik, menurut WHO dibagi menjadi:
1. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.
2. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi), terdiri atas stadium laten lanjut dan S III.

F. GEJALA KLINIS
Sifilis Akuisita
1. Sifilis Dini
a. Sifilis Primer (S I)
b. Sifilis Sekunder (S II)
2. Sifilis Lanjut

G. DIAGNOSA BANDING
1. Stadium I
• Herpes simplek
• Ulkus piogenik
• Skabies
• Balanitis
• Limfogranuloma venereum (LGV)
• Karsinoma sel skuamosa
• Penyakit behcet
• Ulkus mole
2. Stadium II
• Erupsi obat alergik
• MorbiliPitiriasis rosea
• Psoriasis
• Dermatitis seboroika
• Kandiloma akuminatum
• Alopesia areata
3. Stadium III
• Sporotrikosis
• Aktinomikosis

H. PENCEGAHAN
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara lain:
1. Tidak berganti-ganti pasangan
2. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan dan pempratikkan ‘protective sex’.
3. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.

I. PENATALAKSANAAN
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan S II.

J. PROGNOSIS
Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika penisilin tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23% akan meninggal.
Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.
Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan, dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik.

Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler, prognosis sukar ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada tempat dan derajat kerusakan.
Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi ulang.
Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut, prognosis tergantung pada kerusakan yang sudah ada.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik
• Keadaan umum
• Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD, nadi, respirasi
b. Pemeriksaan sistemik
Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher (terdapat perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan bawah.
c. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi
a. Nyeri kronis b.d adanya lesi pada jaringan
Tujuan: nyeri klien hilang dan kenyamanan terpenuhi
Kriteria:
• Nyeri klien berkurang
• Ekspresi wajah klien tidak kesakitan
• Keluhan klien berkurang
Intervensi:
• Kaji riwayat nyeri dan respon terhadap nyeri
• Kaji kebutuhan yang dapat mengurangi nyeri dan jelaskan tentang teknik mengurangi nyeri dan penyebab nyeri
• Ciptakan lingkungan yang nyaman (mengganti alat tenun)
• Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
b. Hipertermi b.d proses infeksi
Tujuan: klien akan memiliki suhu tubuh normal
Kriteria:

• Suhu 36–37 °C
• Klien tidak menggigil
• Klien dapat istirahat dengan tenang
Intervensi:
• Observasi keadaan umum klien dengan tanda vital tiap 2 jam sekali
• Berikan antipiretik sesuai anjuran dokter dan monitor keefektifan 30-60 menit kemudian
• Berikan kompres di dahi dan lengan
• Anjurkan agar klien menggunakan pakaian yang tipis dan longgar
• Berikan minum yang banyak pada klien
c. Cemas b.d proses penyakit
Tujuan: cemas berkurang atau hilang
Kriteria:
• Klien merasa rileks
• Vital sign dalam keadaan normal
• Klien dapat menerima dirinya apa adanya
Intervensi:
• Kaji tingkat ketakutan dengan cara pendekatan dan bina hubungan saling percaya
• Pertahankan lingkungan yang tenang dan aman serta menjauhkan benda-benda berbahaya
• Libatkan klien dan keluarga dalam prosedur pelaksanaan dan perawatan
• Ajarkan penggunaan relaksasi
• Beritahu tentang penyakit klien dan tindakan yang akan dilakukan secara sederhana.