Kamis, 28 Januari 2010

Ulkus Dekubitus

( Bedsores )


Pengertian

Ulkus Dekubitus atau istilah lain Bedsores adalah kerusakan/kematian kulit yang terjadi akibat gangguan aliran darah setempat dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka waktu yang lama.
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan tulang, yaitu bagian siku, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian belakang.

Ulkus Dekubitus

Ulkus Dekubitus

Walaupun semua bagian tubuh beresiko mengalami dekubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khusus.

Area yang biasa terjadi dekubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.

Dekubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada klien lanjut usia. Di negara-negara maju, prosentase terjadinya dekubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.

Dekubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah yang khusus pada lansia. Khususnya pada klien dengan imobilitas.Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:

  • Berkurangnya jaringan lemak subkutan
  • Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
  • Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

Resiko tinggi terjadinya ulkus dekubitus ditemukan pada:

  1. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung)
  2. Orang-orang yang tidak mampu merasakan nyeri, karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk bergerak.
    Kerusakan saraf (misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
  3. Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang penting.
    Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita ulkus dekubitus.
  4. Gesekan dan kerusakan lainnya pada lapisan kulit paling luar bisa menyebabkan terbentuknya ulkus.
    Baju yang terlalu besar atau terlalu kecil, kerutan pada seprei atau sepatu yang bergesekan dengan kulit bisa menyebabkan cedera pada kulit.
    Pemaparan oleh kelembaban dalam jangka panjang (karena berkeringat, air kemih atau tinja) bisa merusak permukaan kulit dan memungkinkan terbentuknya ulkus.

Tipe Ulkus Dekubitus

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus dapat dibagi menjadi tiga;

1. Tipe normal

Mempunyai beda temperatur lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.

2. Tipe arterioskelerosis

Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya dekubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.

3. Tipe terminal

Terjadi pada klien yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.

Patofisiologi Terjadinya Ulkus Dekubitus

Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang klien immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.

Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami dekubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjamnya.

Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan terjadinya dekubitus;

  • Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada klien dengan posisi setengah berbaring
  • Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.

Faktor teragangnya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.

Keadaan ini terjadi bila klien immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penghalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akan mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.

Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada klien yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.

Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan endotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua ini dapat menyebabkan nekrosis jaringan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkan pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.

Faktor tubuh sendiri (faktor intrinsik) juga berperan untuk terjadinya dekubitus antara lain;

  • Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih lambat sehingga kulit akan tipis (tortora & anagnostakos, 1990)
  • Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan.
  • Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem arteriovenosus yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif.
  • Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan insufisiensi kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat oksigenasi darah pada kulit menurun.
  • Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight
  • Anemia
  • Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya dekubitus dan memperjelek penyembuhan dekubitus, sebaliknya bila ada dekubitus akan menyebabkan kadar albumin darah menurun
  • Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, juga mempermudah dan memperburuk dekubitus
  • Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.

Faktor ekstrinsik yang berperan untuk terjadinya dekubitus antara lain;

  • Kebersihan tempat tidur,
  • Alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
  • Duduk yang buruk
  • Posisi yang tidak tepat
  • Perubahan posisi yang kurang

Penampilan klinis dari dekubitus

Karakteristik penampilan klinis dari dekubitus dapat dibagi sebagai berikut;

  • Derajat I: Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
  • Derajat II: Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
  • Derajat III: Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
  • Derajat IV: Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.

Mengingat patofisiologi terjadinya dekubitus adalah penekanan pada daerah-daerah tonjolan tulang, haruslah diingat bahwa kerusakan jaringan dibawah tempat yang mengalami dekubitus adalah lebih luas dari ulkusnya.

Pengelolaan Dekubitus

Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya dekubitus dengan mengenal klien risiko tinggi terjadinya dekubitus, misalnya pada klien yang immobil dan konfusio.

Usaha untuk menentukan resiko terjadinya dekubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya dekubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan klien.

Tindakan berikutnya adalah menjaga kebersihan klien khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari, dikeringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agar tidak menyebabkan lecet pada kulit klien.

Tindakan pencegahan dekubitus :

1. Meningkatkan status kesehatan klien;

Memperbaiki dan menjaga keadaan umum klien, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutrisi dan hidrasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan.

khusus; coba mengatasi/mengobati penyakit-penyakit yang ada pada klien, misalnya DM.

2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;

a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keburukan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat klien bahkan menyakitkan.

b. Kasur khusus untuk lebih membagi rata tekanan yang terjadi pada tubuh klien, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat rusak)

c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;

  • Menjaga posisi klien, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinkan untuk duduk dikursi.
  • Bantuan balok penyangga kedua kaki, bantal-bantal kecil untuk menahan tubuh klien, “kue donat” untuk tumit,
  • Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal sebagai alas tubuh klien.

Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh klien, khususnya pada tempat-tempat yang sering terjadi dekubitus, semua usaha-usaha diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringan upaya penyembuhan akan lebih rumit.

Bila sudah terjadi dekubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi:

1. Dekubitus derajat I

Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;

Kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimassase 2-3 kali/hari.

2. Dekubitus derajat II

Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal;

Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik.

Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara hangat bergantian untuk meransang sirkulasi.

Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk merangsang tumbuhnya jaringan muda/granulasi,

Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering karena malahan dapat merusak pertumbuhan jaringan yang diharapkan.

3. Dekubitus derajat III

Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi;

Usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar.

Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan.

Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit.

Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis.

Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.

4. Dekubitus derajat IV

Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik;

Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang ada harus dibersihkan , sebab akan menghalangi pertumbuhan jaringan/epitelisasi.

Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang dan luka bersih, penyembuhan luka secara alami dapat diharapkan.

Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenasi pada daerah luka,

Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat.

Angka mortalitas dekubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.

Skor Norton untuk mengukur resiko dekubitus

skor Norton

skor Norton

Askep Hisprung

( Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung )


Pengertian Hisprung

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.

Penyakit Hisprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.

Hisprung

Hisprung

Etiologi Penyakit Hisprung

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.

Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

Gejala Penyakit Hisprung
Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.

Patofisiologi Penyakit Hisprung

Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.

Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).

Pemeriksaan Tambahan pada Penyakit Hisprung
Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum. Roentgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.

Komplikasi Penyakit Hisprung

Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.

Penatalaksanaan klien dengan Hisprung

1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis berat dan keadaan umum buruk.

3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.

Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hisprung

A. Pengkajian.

1. Identitas.

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).

2. Riwayat Keperawatan.

a. Keluhan utama.

Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.

b. Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.

c. Riwayat penyakit dahulu.

Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.

d. Riwayat kesehatan keluarga.

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.

e. Riwayat kesehatan lingkungan.

Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.

f. Imunisasi.

Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.

g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

h. Nutrisi.

3. Pemeriksaan fisik.

a. Sistem kardiovaskuler.

Tidak ada kelainan.

b. Sistem pernapasan.

Sesak napas, distres pernapasan.

c. Sistem pencernaan.

Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.

d. Sistem genitourinarius.

e. Sistem saraf.

Tidak ada kelainan.

f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.

Gangguan rasa nyaman.

g. Sistem endokrin.

Tidak ada kelainan.

h. Sistem integumen.

Akral hangat.

i. Sistem pendengaran.

Tidak ada kelainan.

4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.

a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.

b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.

c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

B. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).

Pohon Masalah Askep Hisprung

Pohon Masalah Askep Hisprung

C. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hisprung

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.

D. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung

1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.

Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen.

Intervensi :

Monitor cairan yang keluar dari kolostomi. Rasional : Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya

Pantau jumlah cairan kolostomi. Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan

Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi. Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.

Intervensi :

Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan. Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

Pantau pemasukan makanan selama perawatan. Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori

Pantau atau timbang berat badan. Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.

Intervensi :

Monitor tanda-tanda dehidrasi. Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya

Monitor cairan yang masuk dan keluar. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan. Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi

4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.

Intervensi :

Kaji terhadap tanda nyeri. Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya

Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan. Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

Berikan obat analgesik sesuai program. Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

Daftar Pustaka

Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.

Denyut Nadi

( Cara Mengukur Denyut Nadi )


Salah satu indikator kesehatan jantung adalah terjadinya peningkatan denyut nadi pada saat beristirahat. Waktu yang tepat untuk mengecek denyut nadi adalah saat kita bangun pagi dan sebelum melakukan aktivitas apapun. Pada saat itu kita masih relaks dan tubuh masih terbebas dari zat-zat pengganggu seperti nikotin dan kafein. Kita dapat mengecek sendiri dengan merasakan denyut nadi kita di bagian tubuh tertentu.

Cara mengukur denyut nadi :

Dengan menggunakan 2 jari yaitu telunjuk dan jari tengah, atau 3 jari, telunjuk, jari tengah dan jari manis jika kita kesulitan menggunakan 2 jari.

Temukan titik nadi ( daerah yang denyutannya paling keras ), yaitu nadi karotis di cekungan bagian pinggir leher kira-kira 2 cm di kiri/kanan garis tengah leher ( kira-kira 2 cm disamping jakun pada laki-laki ), nadi radialis di pergelangan tangan di sisi ibu jari.

Mengukur Nadi

Mengukur Nadi

Setelah menemukan denyut nadi, tekan perlahan kemudian hitunglah jumlah denyutannya selama 15 detik, setelah itu kalikan 4, ini merupakan denyut nadi dalam 1 menit.

Denyut nadi pada orang yang sedang beristirahat adalah

60 - 80 kali permenit untuk orang dewasa,

80 - 100 kali permenit untuk anak-anak,

100 - 140 kali permenit pada bayi.

Bila Anda semakin bugar, denyut nadi Anda sewaktu istirahat akan makin menurun, kuat dan lebih teratur.

Namun denyut nadi bisa lebih cepat jika seseorang dalam keadaan ketakutan, habis berolah raga, atau demam. Umumnya denyut nadi akan meningkat sekitar 20 kali permenit untuk setiap satu derajat celcius penderita demam.
Sedangkan untuk mengetahui kekuatan denyut jantung maksimal yaitu dengan rumus:

Nadi Max = 80% x (220 - umur )

Misalkan anda sekarang berusia 40 tahun maka kekuatan maksimal jantung anda adalah 80 % X 180 = 144 kali/menit.
Yang perlu diperhatikan adalah, denyut nadi yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau tidak beraturan dapat berarti gangguan pada jantung. Segeralah periksakan diri ke instansi kesehatan terdekat.

Dehidrasi

( Kekurangan Cairan Tubuh )


Pengertian Dehidrasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, terdiri dari :

1. Dehidrasi hipertonik yaitu : hilangnya air lebih banyak dari natrium.

Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter).

2. Dehidrasi isotonik yaitu : hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama.

Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter).

3. Dehidrasi hipotonik yaitu : hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air.

Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter).

Dehidrasi

Dehidrasi

Kekurangan cairan atau dehidrasi terjadi jika cairan yang dikeluarkan tubuh melebihi cairan yang masuk. Tentu, mekanisme tubuh manusia yang sangat dinamis menjaga manusia untuk terhindar dari kekurangan banyak cairan.

Ketika keseimbangan cairan dalam tubuh mulai terganggu, misalnya rasa haus akan muncul. Tubuh lalu menghasilkan hormon anti-diuretik (ADH) untuk mereduksi produksi kencing di ginjal. Tujuannya menjaga agar cairan yang keluar tidak banyak. Nah, air yang kita minum umumnya cukup untuk mengganti cairan yang hilang saat beraktivitas normal seperti bernapas, berkeringat, buang air kecil, atau buang air besar.

Dehidrasi kebanyakan disebabkan kondisi tertentu. Misalnya penyakit macam diare, muntah, dan diabetes, atau berkeringat berlebihan dan tidak segera menggantinya dengan minum.

Saat dehidrasi, tubuh tidak hanya kehilangan air, tapi juga kehilangan elektrolit dan glukosa. Tak heran tubuh akan langsung merespons dehidrasi awal (kehilangan sekitar 2 persen cairan tubuh). Mulanya adalah rasa haus yang teramat sangat. Mulut dan lidah kering, air liur pun berkurang. Produksi kencing pun menurun.

Apabila hilangnya air meningkat menjadi 3-4 persen dari berat badan, terjadi penurunan gangguan performa tubuh. Suhu tubuh menjadi panas dan naik, biasanya diikuti meriang. Tubuh menjadi sangat tidak nyaman. Nafsu makan hilang, kulit kering dan memerah, dan muncul rasa mual.

Ketika cairan yang hilang mencapai 5 persen-6 persen dari berat badan, frekuensi nadi meningkat, denyut jantung menjadi cepat. Frekuensi pernapasan juga makin tinggi, napas jadi memburu. Yang terjadi selanjutnya adalah penurunan konsentrasi, sakit kepala, mual, dan rasa mengantuk yang teramat sangat.

Kehilangan cairan tubuh 10 persen-15 persen dapat menyebabkan otot menjadi kaku, kulit keriput, gangguan penglihatan, gangguan buang air kecil, dan gangguan kesadaran. Dan apabila mencapai lebih dari 15 persen akan mengakibatkan kegagalan multi-organ dan mengakibatkan kematian.

Gejala Dehidrasi

Berikut ini adalah berbagai gejala dehidrasi sesuai tingkatannya :

Dehidrasi ringan

  • Muka memerah
  • Rasa sangat haus
  • Kulit kering dan pecah-pecah
  • Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
  • Pusing dan lemah
  • Kram otot terutama pada kaki dan tangan
  • Kelenjar air mata berkurang kelembabannya
  • Sering mengantuk
  • Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang

Dehidrasi sedang

  • Tekanan darah menurun
  • Pingsan
  • Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut, dan punggung
  • Kejang
  • Perut kembung
  • Gagal jantung
  • Ubun-ubun cekung
  • Denyut nadi cepat dan lemah

Dehidrasi Berat

  • Kesadaran berkurang
  • Tidak buang air kecil
  • Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
  • Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba
  • Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat diukur
  • Ujung kuku, mulut, dan lidah berwarna kebiruan

Tips untuk mengatasi dehidrasi

1. Untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang, kita harus banyak minum minimal 8 gelas (± 2 liter ) air setiap hari yang bisa didapat dari :

- Air putih yang higienis/air mineral
Air putih mengandung beberapa zat penting untuk tubuh seperti oksigen, magnesium, sulfur, dan klorida.

- Air berion
Air berion tidak hanya menghilangkan dahaga melainkan juga berfungsi sebagai sumber energi seperti halnya karbohidrat, lipid, dan protein. Air berion bekerja sebagai perantara dalam reaksi-reaksi biokimia dan berperan dalam proses metabolisme tubuh sehingga dapat mengembalikan kesegaran otot tubuh setelah beraktivitas mengeluarkan keringat dengan cepat.

- Jus buah
Selain rasanya nikmat dan segar, jus buah mengandung beragam vitamin dan mineral yang menyehatkan. Menurut penelitian, jus jambu biji mengandung vitamin C sebanyak 3-6 kali lebih tinggi dibandingkan jus jeruk, 10 kali lebih tinggi dibandingkan pepaya, dan 10-30 kali lebih tinggi dibanding pisang. Namun, atlet kurang disarankan meminum jus buah saat berolahraga karena cairan padatnya tidak mudah terserap tubuh.

2. Hindari minuman berkafein dan yang mengandung alkohol, keduanya sama-sama dapat menyebabkan dehidrasi.
3. Hindari minuman yang mengandung carbonat karena pembakaran bisa menyebabkan penggelembungan atau perasaan penuh dan
mencegah pemenuhan konsumsi cairan.
4. Kenakan pakaian berwarna terang, yang menyerap dan berukuran pas.
5. Usahakan berada di tempat yang sejuk, terlindungi dari matahari dan lindungi kulit dengan sunblock kapan saja.
Selebihnya, menyadari dan
mempersiapkan adalah cara termudah untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Di hari yang panas, untuk orang yang sedang beraktivitas bisa mengalami dehidrasi hanya dalam waktu 15 menit. Jika Anda mengalami pertanda ini, segeralah hentikan aktivitas dan beristirahatlah di tempat yang sejuk. Minum cairan sebanyak mungkin untuk menggantikan air yang hilang dari tubuh Anda.

ASKEP HIPERTENSI


  1. TEORI

    Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
    atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, ).


    Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
    dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,).


    Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
    sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
    lebih. (Barbara Hearrison )

    Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
    peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
    mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

    Etiologi

    Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
    terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
    perifer

    Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

    1. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
      transport Na.

    2. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
      tekanan darah meningkat.

    3. Stress Lingkungan

    4. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
      pelabaran pembuluh darah.

    Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

    1. Hipertensi Esensial (Primer)

      Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
      genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
      rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.

    2. Hipertensi Sekunder

      Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
      kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

    Patofisiologi

    Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
    jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
    apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
    yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
    angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
    darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.


    Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
    retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
    darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
    pada organ organ seperti jantung.

    Manifestasi klinis

    Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
    tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
    rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
    muka pucat suhu tubuh rendah.

    Komplikasi

    Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
    berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
    gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.

    Penatalaksanaan

    Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis penatalaksanaan:

    1. Penatalaksanaan Non Farmakologis.

      • Diet
        Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
        tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
        kadar adosteron dalam plasma.

      • Aktivitas.

        Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
        batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
        bersepeda atau berenang.

    2. Penatalaksanaan Farmakologis.

      Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
      pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:

      1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
      2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
      3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
      4. Tidak menimbulakn intoleransi.
      5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
      6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.

      Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
      golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
      golongan penghambat konversi rennin angitensin.

    Test diagnostic.

    1. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
      (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
      hipokoagulabilitas, anemia.
    2. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
    3. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
      diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
    4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
      ada DM.
    5. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
    6. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
      P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
    7. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
      perbaikan ginjal.
    8. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
      pembesaran jantung.

  2. PATHWAYS

    Pathways dapat dilihat disini

  3. ANALISA DATA
    NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI
    1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien

  4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    • Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi pembuluh darah.
    • Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
    • Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
    • Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
    • Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
    • Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn

  5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
    NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN
    1 Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
    pembuluh darah.

    Curah jantung kembali normal. Dengan Kriteria Hasil :

    Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
    kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
    diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
    normal pasien.

    1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
      yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
    2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
      karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
      Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
      (peningkatan SVR) dan kongesti vena).
    3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
      pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
      menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
      mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
      atau gagal jantung kronik).
    4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
      (adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
      mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
    5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
      jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
    6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
      ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
      menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
    7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
      menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
      sehingga akan menurunkan tekanan darah).
    8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
      hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).
    2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
    seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.

    aktivitas kembali normal.

    Kriteria Hasil :

    Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
    melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.

    1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
      frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
      TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
      pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
      terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
      / jantung).
    2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
      / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
      aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
      penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
    3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
      oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
      oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
      tiba-tiba pada kerja jantung).
    4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
      menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
      energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
      suplai dan kebutuhan oksigen).
    5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
      (Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
      mencegah kelemahan).
    3 Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
    tekanan vaskuler cerebral.

    Nyeri berkurang atau teratasi

    Kriteria Hasil :

    Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
    metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
    diresepkan.

    1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
      meningkatkan relaksasi).
    2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
      misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
      relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
      menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
      kepala dan komplikasinya).
    3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
      sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
      yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
      peningkatkan tekanan vakuler serebral).
    4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
      oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
    5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
      makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
    6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
      diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
      simpatis).
    4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
    nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.

    Kebuituhan nutrisi terpenuhi.

    Kriteria hasil :

    klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
    menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
    tepat secara individu.

    1. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
      kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
      disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
      dengan masa tumbuh).
    2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
      lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
      terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
      hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
      jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
      dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
    3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
      penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
      menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
      berhasil).
    4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
      kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
      menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
    5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
      penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
      seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
      badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
      kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
      kebiasaan makan).
    6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
      dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
      makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
      dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
      pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
    7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
      dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
      dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
      (Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
      mencegah perkembangan aterogenesis).
    8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
      bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
    5 Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
    efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.

    Koping individu menjadi efektif

    Kriteria hasil :

    Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
    kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
    situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.

    1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
      Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
      berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
      megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
      mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
    2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
      konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
      mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
      koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
      diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
    3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
      strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
      pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
    4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
      maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
      perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
      dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
    5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
      pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
      inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
      terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
      kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
      perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
    6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
      hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
      diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
      realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).
    6 Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi

    Pengetahuan klien tentang proses penyakit meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan

    Kriteria hasil :

    • Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
    • Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
      perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.

    1. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
      yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
      kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
      cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
      ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
      kardiovaskuler serta ginjal).
    2. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
      (kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
      sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
      mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
      realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
      tidak akan dipertahankan).
    3. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
      gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
      tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
      dalam menentukan intervensi).
    4. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
      (pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
      lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
      tentang proses penyakit hipertensi).

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN :

ASKEP BAYI DENGAN KELAINAN JANTUNG KONGENITAL


  1. TEORI

    Definisi

    Yang dimaksud dengan kelainan jantung kongenital adalah kelainan structural dan atau pembuluh darah besar intrathorakal yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kardiovaskuler.

    Etiologi

    Penyebab terjadinya KJK belum dapat diketahui secara pasti tetapi beberapa factor diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian KJK.

    Faktor tersebut adalah :

    1. Faktor Prenatal :

      • Penyakit Rubella

      • Alkoholisme

      • Umur ibu > 40 tahun

      • Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin

      • Ibu merokok

      • Ibu menderita infeksi

    2. Faktor Genetik :

      • Kelainan jantung pada anak yang lahir sebelumnya.

      • Ayah dan Ibu menderita penyakit jantung bawaan.

      • Kelainan kromosom seperti sindrom Down.

      • Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

    KJK pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut :

    1. Peningkatan kerja jantung dengan gejala :

      • Kadiomegali

      • Hipertropi

      • Techicardi

    2. Curah jantung rendah dengan gejala :

      • Gangguan pertumbuhan

      • Intoleransi aktivitas

    3. Hipertensi Pulmonal

      Dengan gejala Dispneu dan Tachipneu

    4. Penurunan saturasi oksigen arteri

      Dengan gejala Polisitemia, asidosis dan sianosis

    Jenis-jenis Kelainan Jantung Bawaan :

    1. KJK Asianotik, seperti :

      1. Duktus Arteriosus Paten (PDA)

        Yaitu duktus arteriosus tidak menutup setelah lahir

      2. Defek Septum Ventrikel (VSD)

        Yaitu hubungan antara ventrikel kanan dan kiri ukurannya bervariasi dapat disertai kelainan yang lain.

      3. Defek Septum Atrium (ASD)

        Adanya hubungan antara atrium kanan dan kiri

      4. Stenosis Pulmonal (SP)

        Adanya penyempitan muara arteri pulmonal.

      5. Stenosis Aorta (SA)

        Adanya penyempitan aorta.

    2. KJK Sianotik , penyebab :

      1. Peredaran darah janin
      2. Aliran darah pulmonal berkurang yaitu pada Tetralogi of Fallot (TF) & TA.
      3. Aliran darah pulmonal meningkat yaitu pada TGA & TAPVD

    Gejala yang timbul :

    • Sesak nafas atau dispnea
    • Palpitasi
    • Kehilangan kesadaran yang tiba-tiba akibat penurunan aliran darah keotak
    • Edema
    • Cyanosis
    • Bayi malas minum

    Pemeriksaan fisik

    Meliputi : inspeksi, palpasi, perkusi & auskultasi

  2. PATHWAYS

    Pathways dapat dilihat disini

  3. ANALISA DATA
    NO TGL / JAM DATA PROBLEM ETIOLOGI
    1 Diisi pada saat tanggal pengkajian Berisi data subjektif dan data objektif yang didapat dari pengkajian keperawatan masalah yang sedang dialami pasien seperti gangguan pola nafas, gangguan keseimbangan suhu tubuh, gangguan pola aktiviatas,dll Etiologi berisi tentang penyakit yang diderita pasien

  4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
    • Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan cardiac output
    • Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret
    • Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat
    • Kecemasan ortu b.d kurangnya pengetahuan tentang kondisi bayinya
    • Resiko infeksi tali pusat b.d infasi kuman pathogen

  5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
    NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN PERENCANAAN
    1 Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan cardiac output.

    Gangguan perfusi jaringan teratasi dalam waktu 3x24 jam. Kriteria hasil :

    • RR 30-60 x/mnt
    • Nadi 120-140 x/mnt.
    • Suhu 36,5-37 C
    • Sianosis (_)
    • Ekstremitas hangat
    1. Observasi frekwensi dan bunyi jantung
    2. Observasi adanya sianosis.
    3. Beri oksigen sesuai kebutuhan
    4. Kaji kesadaran bayi
    5. Observasi TTV.
    6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
    2 Inefektif pola nafas b.d akumulasi secret.

    Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam

    Kriteria hasil :

    • RR 30-60 x/mnt
    • Sianosis (-)
    • Sesak (-)
    • Ronchi (-)
    • Whezing (-)

    1. Observasi pola nafas
    2. Observasi frekuensi dan bunyi nafas
    3. Tempatkan kepala pada posisi hiperekstensi
    4. Observasi adanya sianosis.
    5. Lakukan suction
    6. Monitor dengan teliti hasil pemeriksaan gas darah.
    7. Beri O2 sesuai program
    8. Atur ventilasi ruangan tempat perawatan klien.
    9. Observasi respon bayi terhadap ventilator dan terapi O2
    10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya.
    3 Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat

    Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah 3x24 Jam.

    Kriteria hasil :

    • Tidak terjadi penurunan BB>15%
    • Muntah (-)
    • Bayi dapat minum dengan baik
    1. Observasi intake dan output
    2. Observasi intake dan output
    3. Kaji adanya sianosis pada saat bayi minum.
    4. Pasang NGT bila diperlukan.
    5. Beri nutrisi sesuai kebutuhan bayi
    6. Timbang BB tiap hari.
    7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy.
    8. Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diit bayi.
    4 Kecemasan ortu b.d kurang pengetahuan tentang kondisi bayinya.

    Kecemasan berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam Kriteria hasil :

    • Orang tua mengerti tujuan yang dilakukan dalam pengobatan therapy.
    • Orangtua tampak tenang.
    • Orang tua berpartisipasi dalam pengobatan
    1. Jelaskan tentang kondisi bayi
    2. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan penjelasan tentang penyakit dan tindakan yang akan dilakukan berkaitan dengan penyakit yang diderita bayi.
    3. Libatkan orangtua dalam perawatan bayi.
    4. Berikan support mental
    5. Berikan reinforcement atas pengertian orangtua.
    5 Resiko infeksi tali pusat b.d invasi kuman patogen.

    Infeksi tali pusat tidak terjadi dalam waktu 3x24 jam

    Kriteria hail :

    • Suhu 36-37 C
    • Tali pusat kering dan tidak berbau.
    • Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
    1. Lakukan tehnik aceptic dan antiseptic pada saat memotong tali pusat.
    2. Jaga kebersihan daerah tali pusat dan sekitarnya.
    3. Mandikan bayi dengan air bersih dan hangat.
    4. Observasi adanya perdarahan pada tali pusat
    5. Cuci tali pusat dengan sabun dan segera keringkan bila tali pusat kotor atau terkena feses.
    6. Observasisuhu bayi

ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN :